Pages

Ads 468x60px

Rabu, 03 April 2013

pentingnya mengenal jati diri




Pentingnya Mengenal Jati Diri
(by: R. Andy)


            Sang mentari mulai membenamkan dirinya, langit mulai berubah warna. Aku terbangun dari tidurku yang nyenyak. Aku perhatikan ke sekeliling tempat tidurku, sepi dan gelap. Lentera yang biasa menerangi kamarku kini telah redup, hingga akhirnya mati. Aku bangkit dan menyalakan lilin, ku terdiam sejenak memperhatikan lilin yang makin terang. Namun, semakin terang semakin pula lilin itu habis terbakar.
            Aku membuka pintu kamar, cahaya dari lentera luar menembus kegelapan di dalam kamarku. Ku berjalan menuju kran di depan rumah, air mengucur dengan keras membasahi wajahku yang setengah redup. Kesegaran dari dinginnya air senja itu membuat kulitku merinding. Angin pun bertiup kencang, seakan-akan mengikrarkan kesepian di tengah-tengah kesendirian.
            Selangkah demi selangkah ku langkahkan kaki menuju rumah tuhan, untuk menunaikan kewajiban. Hanya dengan suara-suara tartil ayat suci al-qur’an aku mencoba menenangkan hati. Meleburkan setiap masalah yang mengintai di keseharianku. Aku tersadar akan pentingnya sebuah perubahan. Perubahan kecil yang akan membawa pada perubahan besar. Yaa, dari diriku terlebih dahulu. Aku mulai mencoba mengenali jati diriku, namun entah apa yang terjadi, aku tak dapat menemukannya.
            Haruskah aku belajar dari lilin yang selalu membakar dirinya hanya untuk menerangi yang ada di sekitarknya? Atau dari lentera yang kini cahayanya mulai redup dimakan usia? Aku kembali tertantang oleh fikiranku sendiri. Aku kembali dihadapkan pada permasalahan yang muncul dari dalam diriku sendiri. Perlukah ku cari atau ku abaikan? Langit tak mampu menjawab permasalahan dalam diriku, dan bumi pun enggan untuk mendengarnya.
            Lantas, apakah aku harus diam saja meratapi permasalahan jati diriku? Bagaimana pun caranya aku harus menemukan jati diriku yang sebenaranya. Aku mulai belajar dari fenomena-fenomena yang terjadi setiap hari, dari siang dan malam yang selalu bergantian. Matahari, pelajaran apa yang bisa aku dapatkan dari matahari terkait dengan permasalahanku? Langit, bagaimana aku menghubungkannya dengan diriku? Awan, apakah aku pantas menyamakan diriku dengan awan? Bulan, bintang, bumi, dan semua yang terlibat dalam kehidupan sehari-harinya. Mampukah aku mempelajari dengan detail diriku dari hal-hal itu? lagi-lagi aku hanya mampu bertanya pada diriku sendiri, iya... pada diriku sendiri.

tuhan pun menyuruhku untuk berpikir


Tuhan Pun Menyuruhku untuk Berfikir
(By: R. Afandy)



            Sore hari aku berjalan menyusuri lebatnya berantara, hingga suatu ketika di tengah perjalanan aku bertemu dengan seorang pertapa tua. Beliau berkata “tidak usah lah kamu mencari sesuatu yang tidak perlu kamu cari”. Aku hanya terdiam dan berfikir, apa maksud dari petapa tua itu?. Pertapa itu pun langsung pergi entah kemana, sirna begitu saja. Aku terus melanjutkan perjalanan, hingga kembali aku bertemu dengan seorang perempuan dan berkata tidak ada gunanya kamu terus mencari sesuatu yang tidak perlu kamu cari”. Seperti sebelumnya, perempuan itu langsung pergi entah kemana, enyah begitu saja. Aku semakin penasaran dan berfikir apa yang dimaksud dua orang tadi?. Aku kembali melanjutkan perjalanan tanpa tujuan yang jelas.
            Hari sudah mulai malam, energiku banyak terkuras. Aku memutuskan untuk istirahat disebuah gubuk kumuh tak berpenghuni. Aku kembali berfikir tentang apa yang sedang aku cari. Namun tiba-tiba pikiranku sirna seketika oleh suara langit yang yang bergemuruh. Aku keluar dan menatap langit yang sangat hitam pekat. Tetes demi tetes air mulai turun memabasahi bumi pertiwi, aku kembali masuk ke dalma gubuk kumuh tempat aku berteduh.
            Di pertengahan malam, ketika kondisiku berada pada ambang kesadaran terdengar suara pintu diketuk. Aku mencoba bangkit dan membuka pintu. Terlihat seorang kakek tua dengan membawa sebuah lentera mendekatiku. Dia berkata “apa yang kamu cari ada disini” sambil menunjuk ke dadaku. Lalu dia meninggalkanku dan menghilang di tengah-tengah kepekatan malam.
            Aku kembali berfikir dan merenungkan setiap perkataan orang-orang yang seharian ini aku temui. Memangnya aku sedang mencari apa? Istri kah? Aku masih muda, harta kah? Aku belum membutuhkannya, atau mencari tuhan kah? Aku semakin tidak mengerti teka-teki ini.  Kembali aku memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sebelum sang fajar menampakkan dirinya. Ku susuri dalamnya belantara ditengah-tengah kegelapan malam dengan hanya bermodalkan keberanian. Aku berjalan dan memperhatikan ke sekeliling, sepi, sunyi, dan gelap dengan cahaya rembulan yang mulai redup. Lagi-lagi aku dihadapkan dengan teka-teki, seekor burung hantu terbang dan hinggap pas di depanku. Sepertinya sedang terluka, aku mencoba untuk mengobati lukanya dan membalutnya dengan kain bekas di dalam tasku. Akhirnya burung itu bisa terbang lagi, namun dia meninggalkan satu helai bulu yang ujungnya lancip dan tajam. Seperti sebuah pena, aku coba untuk menulis di selembar kain putih, tapi tak dapat ku temukan sesuatu yang bisa digunakan untuk tintanya. Aku melihat ke sekeliling, ada cahaya yang mulai menerangi bumi. Tidak salah lagi, sang fajar sudah muncul untuk menggantikan pekatnya malam.
            Aku melanjutkan perjalanan dan menyimpan sehelai bulu tadi, aku berfikir bagaimana aku ada disini? Langit semakin terang, dan benar sang mentari sudah menampakkan wujudnya. Apa maksud tuhan membawaku ke tempat seperti ini? Lagi-lagi tuhan mengujiku dengan teka-teki yang belum dapat aku pecahkan. Hening dalam lamunan, dan tuhan pun membimbingku untuk terus berfikir.
            Aku menengadah ke langit yang mulai kebiruan, tiba-tiba dari belakang terdengar suara seseorang. Ternyata seorang gadis desa, dia berkata “berfikirlah seolah-olah yang kamu cari masih mengambang di atas langit itu”. Setelah itu gadis itu pun langsung pergi entah kemana. Batinku makin tertantang untuk terus berfikir dan memecahkan semua teka-teki ini. Aku melanjutkan perjalanan sambil terus berfikir. Setapak demi setapak jalan bebatuan terus aku lalui, bukit demi bukit terus aku daki. Hingga akhirnya langkahku terhenti di depan sebuah air tejun yang cukup tinggi dan deras. Aku putuskan untuk beristirahat sejenak dan mencuci mukaku yang sudah dibasahi oleh keringat. Aku duduk di sebuah batu di pinggir sungai, air mengalir dengan tenang dan jernih. Sampai-sampai hal-hal yang ada dibawahnya tampak terlihat jelas.
            Aku lihat ada banyak ikan yang saling berkejaran kesana dan kemari. Aku juga melihat bayanganku di air. Aku melempar sebuah kerikil ke dalam sungai, membuat air bergelombang, namun setelah itu kembali tenang. Aku lempar lagi, bergelombang dan kembali tenang seperti semula. Bayangan awan pun terus berjalan seolah-seolah tidak memperdulikan apa yang ada di bawahnya.
            Sekarang aku mulai mengerti semua teka-teki hidup ini. Aku berfikir dalam keberadaanku, dan aku mencari dalam pencarianku. Apakah tuhan sedang menguji pemikiranku, atau memang tuhan ikut berfikir dalam pemikiranku. Semua teka-teki ini kini satu persatu mulai terpecahkan. Tuhan tidak membawaku kesini, tapi membimbingku. Tuhan tidak serta merta menentukan alur perjalanan hidupku tapi menuntun dan membawaku menjalani setiap alur kehidupanku. Aku berfikir di dalam keberadaan, karena aku ada aku mencari, karena aku mencari aku menjalani, karena aku menjalani aku menemukan, karena aku menemukan maka aku kembali berfikir. Dan tuhan menuntunku untuk terus berfikir akan semua hal yang tampak maupun tidak tampak.
 

Sample text

Sample Text

Sample Text