Tuhan Pun Menyuruhku untuk Berfikir
(By: R. Afandy)
Sore
hari aku berjalan menyusuri lebatnya berantara, hingga suatu ketika di tengah
perjalanan aku bertemu dengan seorang pertapa tua. Beliau berkata “tidak usah
lah kamu mencari sesuatu yang tidak perlu kamu cari”. Aku hanya terdiam dan
berfikir, apa maksud dari petapa tua itu?. Pertapa itu pun langsung pergi entah
kemana, sirna begitu saja. Aku terus melanjutkan perjalanan, hingga kembali aku
bertemu dengan seorang perempuan dan berkata “tidak ada gunanya kamu
terus mencari sesuatu yang tidak perlu kamu cari”. Seperti sebelumnya,
perempuan itu langsung pergi entah kemana, enyah begitu saja. Aku semakin
penasaran dan berfikir apa yang dimaksud dua orang tadi?. Aku kembali
melanjutkan perjalanan tanpa tujuan yang jelas.
Hari
sudah mulai malam, energiku banyak terkuras. Aku memutuskan untuk istirahat
disebuah gubuk kumuh tak berpenghuni. Aku kembali berfikir tentang apa yang
sedang aku cari. Namun tiba-tiba pikiranku sirna seketika oleh suara langit
yang yang bergemuruh. Aku keluar dan menatap langit yang sangat hitam pekat.
Tetes demi tetes air mulai turun memabasahi bumi pertiwi, aku kembali masuk ke
dalma gubuk kumuh tempat aku berteduh.
Di
pertengahan malam, ketika kondisiku berada pada ambang kesadaran terdengar
suara pintu diketuk. Aku mencoba bangkit dan membuka pintu. Terlihat seorang
kakek tua dengan membawa sebuah lentera mendekatiku. Dia berkata “apa yang kamu
cari ada disini” sambil menunjuk ke dadaku. Lalu dia meninggalkanku dan menghilang
di tengah-tengah kepekatan malam.
Aku
kembali berfikir dan merenungkan setiap perkataan orang-orang yang seharian ini
aku temui. Memangnya aku sedang mencari apa? Istri kah? Aku masih muda, harta
kah? Aku belum membutuhkannya, atau mencari tuhan kah? Aku semakin tidak
mengerti teka-teki ini. Kembali aku
memutuskan untuk melanjutkan perjalanan sebelum sang fajar menampakkan dirinya.
Ku susuri dalamnya belantara ditengah-tengah kegelapan malam dengan hanya bermodalkan
keberanian. Aku berjalan dan memperhatikan ke sekeliling, sepi, sunyi, dan
gelap dengan cahaya rembulan yang mulai redup. Lagi-lagi aku dihadapkan dengan
teka-teki, seekor burung hantu terbang dan hinggap pas di depanku. Sepertinya
sedang terluka, aku mencoba untuk mengobati lukanya dan membalutnya dengan kain
bekas di dalam tasku. Akhirnya burung itu bisa terbang lagi, namun dia meninggalkan
satu helai bulu yang ujungnya lancip dan tajam. Seperti sebuah pena, aku coba
untuk menulis di selembar kain putih, tapi tak dapat ku temukan sesuatu yang
bisa digunakan untuk tintanya. Aku melihat ke sekeliling, ada cahaya yang mulai
menerangi bumi. Tidak salah lagi, sang fajar sudah muncul untuk menggantikan
pekatnya malam.
Aku
melanjutkan perjalanan dan menyimpan sehelai bulu tadi, aku berfikir bagaimana
aku ada disini? Langit semakin terang, dan benar sang mentari sudah menampakkan
wujudnya. Apa maksud tuhan membawaku ke tempat seperti ini? Lagi-lagi tuhan
mengujiku dengan teka-teki yang belum dapat aku pecahkan. Hening dalam lamunan,
dan tuhan pun membimbingku untuk terus berfikir.
Aku
menengadah ke langit yang mulai kebiruan, tiba-tiba dari belakang terdengar
suara seseorang. Ternyata seorang gadis desa, dia berkata “berfikirlah
seolah-olah yang kamu cari masih mengambang di atas langit itu”. Setelah itu
gadis itu pun langsung pergi entah kemana. Batinku makin tertantang untuk terus
berfikir dan memecahkan semua teka-teki ini. Aku melanjutkan perjalanan sambil
terus berfikir. Setapak demi setapak jalan bebatuan terus aku lalui, bukit demi
bukit terus aku daki. Hingga akhirnya langkahku terhenti di depan sebuah air
tejun yang cukup tinggi dan deras. Aku putuskan untuk beristirahat sejenak dan
mencuci mukaku yang sudah dibasahi oleh keringat. Aku duduk di sebuah batu di
pinggir sungai, air mengalir dengan tenang dan jernih. Sampai-sampai hal-hal
yang ada dibawahnya tampak terlihat jelas.
Aku
lihat ada banyak ikan yang saling berkejaran kesana dan kemari. Aku juga
melihat bayanganku di air. Aku melempar sebuah kerikil ke dalam sungai, membuat
air bergelombang, namun setelah itu kembali tenang. Aku lempar lagi,
bergelombang dan kembali tenang seperti semula. Bayangan awan pun terus
berjalan seolah-seolah tidak memperdulikan apa yang ada di bawahnya.
Sekarang
aku mulai mengerti semua teka-teki hidup ini. Aku berfikir dalam keberadaanku,
dan aku mencari dalam pencarianku. Apakah tuhan sedang menguji pemikiranku,
atau memang tuhan ikut berfikir dalam pemikiranku. Semua teka-teki ini kini
satu persatu mulai terpecahkan. Tuhan tidak membawaku kesini, tapi
membimbingku. Tuhan tidak serta merta menentukan alur perjalanan hidupku tapi
menuntun dan membawaku menjalani setiap alur kehidupanku. Aku berfikir di dalam
keberadaan, karena aku ada aku mencari, karena aku mencari aku menjalani,
karena aku menjalani aku menemukan, karena aku menemukan maka aku kembali
berfikir. Dan tuhan menuntunku untuk terus berfikir akan semua hal yang tampak
maupun tidak tampak.