Indonesia-Ku, Tanah Air-mataKita
(By: Rohman Afandi)
Mak, di sini di sebelah sudut kesedihanku ini
Tidak kematian, tidak juga persoalan
keuntungan dan kerugian
Sejak tangis negeri pecah pada hari itu
Kala luka hati
dan batin terus menganga tersakiti..
Sekolah negeri yang sedari dulu selalu kau
bangga-banggakan
Yang juga karenanya kau harapkan aku menjadi
pintar
Namun kenyataannya aku masih saja tidak
berharap menjadi orang pintar
Di kelas, di kantor, di gedung-gedung yang
menjulang tinggi bahkan dijalanan
Tak kurang-kurang yang namanya orang pintar
Bersaing hanya untuk nilai semata, bukan ilmu,
tidak juga dengan pengalaman
Tapi tetaplah
saja orang pintar kalah sama orang bejo..
Janganlah hanya merunding tanpa penyelesaian
Gali saja cela-cela yang terselubung dibalik
wajah polos tanpa dosa
Bukan saatnya berselesih tentang siapa yang
salah atau yang harus disalahkan
Hanya menyesatkan sesama, menganggap paling
benar
Tidakkah mereka seperti nietzhe, tuhan telah
mati atau malah membunuh tuhan
Hanya untuk
sebuah ambisi yang tidak ada surutnya..
Tetap inilah kenyataannya, Mak
Negeri ini
sebenarnya tidak pernah dalam keadaan baik-baik saja..
Di gedung putih itu, Mak
Mereka menjudikan kekuasaan, melacurkan
hak-hak rakyat kecil,
Hingga moral pun dapat mereka gadaikan,
Sedangkan di sini, laki-laki tua itu mengais
sisa hanya untuk makan,
Wanita muda mengangkat tangannya, bukan untuk
menuntut haknya,
Melainkan meminta-minta di pinggir jalan
Anak-anak juga
tak bisa tertidur nyenyak,
menahan lapar
dan menyumpalnya dengan bongkahan batu..
Memang benar kata Mak,
Indonesia kini, tanah air-mata kita
Tidak ada komentar:
Posting Komentar