Pages

Ads 468x60px

Minggu, 12 Oktober 2014

mahasiswa dan psikologi


ARTIIKEL TENTANG MAHASSISWA
Mahasiswa Dalam Pandangan Mahasiswa Dan Psikologi
(by: Rohman Afandi)

Anda Mahasiswa? Apakah anda paham dibalik sebutan Mahasiswa itu?
Mahasiswa? Mahasiswa dan gerakannya sudah lama menjadi pokok bahasan bagi hampir semua kalangan masyarakat, terutama dalam konteks kepekaannya dalam merespon permasalahan-permasalahan sosial politik yang terjadi dan berkembang di tengah masyarakat. Bahkan, bisa dikatakan bahwa gerakan mahasiswa seakan tidak pernah absen dalam menanggapi setiap upaya penghilangan atau penghapusan kegiatan politik yang dilakukan oleh sekelompok penguasa. Terlebih lagi, ketika maraknya praktek-praktek ketidak adilan, pembodohan, dan penindasan terhadap rakyat kecil atas hak-hak yang seharusnya menjadi miliknya. Kehadiran gerakan mahasiswa yang menjembatani aspirasi rakyat dalam situasi yang demikian itu memang sangat dibutuhkan sebagai upaya pemberdayaan kesadaran politik rakyat dan pembelaan atas konflik-konflik yang terjadi pada penguasa. Pembelaan yang dilakukan lebih ditujukan pada upaya penguatan suara rakyat maupun tuntutan-tuntutan atas konflik yang terjadi menjadi lebih signifikan. Namun kali ini penulis tidak akan membahas tentang gerakan mahasiswa, tapi lebih pada pemahaman terhadap sebutan mahasiswa itu sendiri menurut pandangan mahasiswa dan Psikologi.
Pada umumnya, mahasiswa rata-rata berusia antara 18 – 24 tahun. Dalam perspektif Psikologi Perkembangan usia tersebut dikategorikan sebagai tahapan remaja akhir. Masa remaja dapat dibagi menjadi tiga yaitu masa remaja awal, remaja tengah dan masa remaja akhir. Masa remaja awal berkisar antara umur 10-13 tahun, masa remaja tengah berkisar 14-17 tahun sedangkan masa remaja akhir berkisar antara 18-24 tahun.
Masa perkuliahan atau yang dalam hal ini adalah mahasiswa seringkali diartikan sebagai masa pekembangan transisi antara masa anak ke masa dewasa yang mencakup perubahan biologis, kognitif, dan sosial-emosional. Namun, dalam sebuah buku Monks dkk (2001) berpendapat yang mengatakan bahwa masa remaja tidak memiliki tempat yang jelas. Tidak termasuk pada golongan anak-anak dan juga tidak bisa dikatakan golongan orang dewasa atau orang tua. Berarti dapat kita tarik sebuah kesimpulan dari pernyataan tersebut bahwasanya remaja masih belum mampu untuk menguasai fungsi fisik maupun psikisnya dan mereka masih harus menemukan tempat dalam masyarakatnya.
Sedangkan menurut Hurlock menyatakan bahwa remaja mencerminkan periode dimana indivdivu mengalami pertumbuhan dari masa kanak-kanak menuju masa dewasa. Hal ini juga sependapat dengan Atwater (1992) yang menyatakan masa remaja adalah masa transisi dengan pertumbuhan yang pesat baik fisik maupun psikis antara masa anak-anak ke masa dewasa. Pengembangan pandangan hidup dalam masa ini sangat kental terasa terutama nilai-nilai yang mendasar. Masa ini masa dimana individu lebih kritis dalam menentukan nilai-nilai yang akan dipegang dan dijalaninya.
Penulis berpendapat bahwa masa-masa perkuliahan atau pada status mahasiswa yang normalnya berusia antara 18 – 24 tahun merupakan masa transisi dimana seorang individu melalui masa remaja akhir dan akan menghadapi masa dewasa awal. Pada masa ini juga peran dan tugas yang didapatkan oleh mahasiswa sudah berbeda dari pada masa sebelumnya. Peran dan tugas yang ditekankan lebih serius seperti cara berfikir yang dituntut untuk lebih kreatif, rasional, kritis, lebih dewasa, dan menentukan sendiri paham yang menjadi keyakinannya. Secara garis besarnya, tanggungjawab mahasiswa bukan hanya sebagai seorang insan akademis, tapi juga pada keluarga dan masyarakat.
Dari berbagai penjelasan di atas dengan jelas dapat kita pahami bersama bahwa mahasiswa adalah tahapan operasional formal yang ditandai oleh kepekaan terhadap orang lain, kemampuan untuk menghadapi pertentangan, dan kemampuan untuk menangani logika kombinasi dan permutasi. Dalam tahapan ini, mahasiswa memiliki kemampuan untuk mempertimbangkan berbagai kemungkinan pemecahan masalah atas suatu masalah. Seorang Mahasiswa tidak lagi dibatasi oleh cara berpikir yang ada saat ini, sehingga mereka dapat memahami waktu dan ruang dalam konteks masa lalu. Mereka dapat berpikir tentang hal yang mungkin terjadi, tidak hanya apa yang sedang terjadi. Mereka dapat membayangkan kemungkinan dan membentuk serta menguji hipotesis atau dugaan sementara.
Dibandingkan dengan masa anak-anak yang lebih muda, mahasiswa lebih sadar bahwa kejadian-kejadian yang terjadi sehari-hari biasa ditafsirkan dengan berbagai cara dan dengan tidak ada kebenaran yang pasti. Mereka juga peka tentang politik dan sikap mereka terhadap aturan-aturan perilaku juga berbeda dari yang ada pada anak-anak yang lebih muda usianya. Ketika seorang mahasiswa berpendapat bahwa aturan tertentu yang telah digariskan tidak bisa dijalankan, ia cenderung mengusulkan perubahan.
Perguruan tinggi atau kampus merupakan jalur penting menuju proses kedewasaan, walaupun hanya merupakan salah satu jalur dan baru belakangan ini menjadi pilihan yang paling umum. Kampus atau Perguruan Tinggi dapat menjadi periode penemuan intelektual dan pertumbuhan pribadi pada diri mahasiswa, terutama dalam keterampilan verbal dan kuantitatif, berpikir kritis, serta penalaran moral dan tidak luput juga pengetahuan tentang agama.
Jadi, mahasiswa tidak hanya akademis, tetapi juga insan yang mandiri, agamis, organisatoris dan yang lebih kita kenal dengan sebutan agen of change dan agen of control.

*Direktur LSO. Jurnalistik (Mahasiswa Fakultas Psikologi Semester 5)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

 

Sample text

Sample Text

Sample Text